Masih Ragu Dengan Advocacy Marketing? 4 Statistik Ini Bisa Yakinkan Anda

Mei 12, 2019 • 3 min read

young-man-doubting_1133-455

 

Istilah advocacy marketing mungkin masih terdengar asing. Namun pada dasarnya, salah satu strategi pemasaran ini lebih berfokus pada pengembangan bisnis secara organik melalui kepercayaan konsumen. Perusahaan yang mengaplikasikan advocacy marketing harus memastikan kalau konsumen merasa puas sehingga mereka bisa melakukan rekomendasi produk dan juga brand kepada orang lain. Terlebih lagi dengan makin maraknya penggunaan media sosial saat ini, advocacy marketing dirasa jauh lebih efektif karena review positif dan informasi lain mengenai produk bisa menyebar dengan cepat secara online.

Meski demikian, tak sedikit yang masih meragukan advocacy marketing dan menganggap advertising melalui televisi atau media massa lainnya jauh lebih efektif. Supaya Anda lebih yakin, yuk simak 4 statistik mengenai advocacy marketing berikut ini:

Biaya iklan secara digital naik 5 kali lipat lebih cepat dibandingkan inflasi

Ya, alasan pertama mengapa advocacy marketing sangat efektif dilakukan adalah karena strategi pemasaran ini jauh lebih rendah biaya, sebab tidak membutuhkan iklan secara digital. Menurut studi yang dilakukan oleh Adobe, perusahaan multinasional asal Amerika yang bergerak di bidang computer software, biaya dari iklan digital naik 5 kali lipat lebih cepat dibandingkan inflasi yang terjadi di Amerika. Tentunya hal ini tidak menguntungkan bagi perusahaan kecil yang tidak memiliki budget besar untuk beriklan.

Sembilan puluh persen konsumen lebih percaya rekomendasi dari orang yang dikenalnya

Menurut Global Online Consumer Survey yang dilakukan Nielsen dengan subjek 25 ribu orang di 50 negara, 90 persen konsumen ternyata lebih mempercayai rekomendasi dari orang yang mereka kenal dibandingkan referral yang dilakukan oleh sales person. Sedangkan dalam hal review produk secara online, 70 persen konsumen menyebutkan mereka percaya terhadap review yang diberikan oleh konsumen lainnya di website resmi suatu brand. Hal ini dikarenakan konsumen lebih percaya terhadap pengalaman pemakaian produk dari konsumen lain dibanding referral dari advertiser.

Tujuh puluh enam persen konsumen lebih percaya review dari orang biasa

Banyak pebisnis yang berpikir menggunakan influencer sebagai media promosi sebuah produk bisa membantu meningkatkan kepercayaan konsumen. Namun, dalam Consumer Trust Survey yang dilakukan oleh Olapic kepada 1000 orang di Amerika, sebanyak 76 persen konsumen ternyata lebih percaya terhadap review yang dilakukan orang biasa, bukan review dari pihak yang terkait secara langsung dengan brand tersebut. Para konsumen ini menganggap review produk yang dilakukan oleh orang biasa lebih jujur dibanding yang dilakukan pihak brand.

Delapan puluh dua persen konsumen aktif meminta rekomendasi sebelum membeli suatu produk

Dalam Harris Poll Online yang dilakukan oleh Nielsen dengan subjek 2000 orang di Amerika, diketahui bahwa 86 persen orang ternyata selalu meminta rekomendasi dari orang terdekatnya sebelum membeli suatu produk. Sedangkan dalam kaitannya dengan advocacy marketing secara online, 67 persen konsumen lebih besar kemungkinannya untuk membeli suatu produk setelah melihat unggahan teman atau keluarga melalui media sosial.

Dari survey-survey tersebut terlihat jika referral yang dilakukan oleh orang terdekat konsumen jauh lebih efektif dibandingkan iklan atau pemasaran dari sebuah brand. Jadi bisa disimpulkan kalau advocacy marketing memang benar-benar efektif dalam meningkatkan penjualan melalui kepercayaan konsumen. Untuk mencapai hal ini, menjaga kualitas produk dan pelayanan menjadi hal penting yang perlu diperhatikan oleh setiap pemilik brand.