Perusahaan mana yang tak ingin memiliki konsumen loyal, yang tak hanya selalu melakukan repurchase tapi juga merekomendasikan produk kepada orang-orang di sekitarnya?
Hal tersebut dikenal sebagai advocacy marketing, di mana konsumen berperan penting dalam mereferensikan sebuah brand dan juga produk kepada konsumen lainnya. Advocacy marketing ini sangat efektif karena bekerja atas dasar kepercayaan konsumen dan juga pengalaman konsumen secara langsung dalam menggunakan sebuah produk.
Sayangnya, sampai saat ini masih banyak perusahaan yang mengaplikasikan advocacy marketing dengan setengah-setengah atau bahkan tidak melakukannya sama sekali. Beberapa hal inilah yang seringkali menjadi penghambat advocacy marketing, coba cek jangan sampai Anda juga melakukannya:
1. Merasa customer reference program sudah cukup
Banyak perusahaan yang merasa customer reference program sudah lebih dari cukup untuk meningkatkan awareness terhadap sebuah brand. Bahkan tak jarang pula ada yang menyamakannya dengan advocacy marketing.
Customer reference program secara umum hanya berdampak pada peningkatan image sebuah brand melalui testimoni yang diberikan oleh konsumen. Testimoni ini seringkali dicantumkan di website perusahaan sehingga konsumen lainnya bisa merasa lebih yakin dengan produk yang dijual.
Tapi perlu Anda ketahui kalau customer reference program belum bisa meningkatkan jumlah konsumen baru, berbeda dengan advocacy marketing yang jelas-jelas memiliki unsur referral di dalamnya.
2. Takut kalau advocacy marketing akan ditanggapi negatif oleh konsumen
Salah satu hal yang perlu dilakukan untuk menyukseskan advocacy marketing adalah meminta konsumen untuk melakukan referral, baik dengan atau tanpa imbalan. Nah, banyak sekali perusahaan yang merasa hal tersebut bisa menimbulkan tanggapan negatif dari para konsumen.
Ada ketakutan bahwa konsumen akan merasa direpotkan karena harus merekomendasikan produk kepada konsumen lainnya. Padahal, bukan seperti itu cara kerja advocacy marketing. Perusahaan memang perlu meminta konsumen untuk melakukan referral, namun harus diimbangi juga oleh kualitas produk yang baik dan kemudahan sistem referral itu sendiri.
Kalau memang konsumen merasa puas dengan produk yang mereka beli dan referral bisa dilakukan dengan mudah misalnya hanya melalui sekali klik di media sosial, maka tak akan ada tanggapan negatif dari konsumen mengenai advocacy marketing yang Anda buat.
3. Tidak tahu bagaimana cara mengawali advocacy marketing
Perusahaan Anda bisa jadi sudah lama berdiri, namun Anda sama sekali tak tahu harus memulai advocacy marketing dari mana. Banyak perusahaan yang memulai advocacy marketing dengan membuat campaign dan hasilnya ternyata cukup mengecewakan.
Pada dasarnya, advocacy marketing harus dimulai dari kepuasan konsumen terlebih dahulu. Jadi kalau Anda berharap banyak orang mau ikut advocacy marketing campaign yang sudah dibuat, pastikan mereka merasa puas dengan kualitas produk dan juga layanan yang Anda berikan selama ini.
4. Tidak memahami cara menjalankan advocacy marketing
Advocacy marketing bukanlah hal yang bisa dipisahkan dari value perusahaan secara umum. Jika Anda melakukan advocacy marketing, maka harus memahami dengan baik tujuan perusahaan dan visi-misi apa yang ingin dicapai sebuah brand.
Dari situlah Anda bisa menciptakan campain yang sesuai, memanajemen prosesnya, dan juga memvalidasi hasilnya sehingga bisa mencapai hasil yang diinginkan. Ingat, goal dari advocacy marketing bukan hanya penambahan konsumen namun juga meningkatkan engagement konsumen dengan sebuah brand.
Supaya bisa mengaplikasikan advocacy marketing dengan maksimal, pastikan Anda mengetahui solusi terbaik dari 4 hal di atas, ya.