Masa kejayaan 'perusahaan raksasa FMCG' bukan sudah berakhir, namun tantangan yang dihadapi saat ini begitu kompleks. Meskipun masih tetap memiliki pelanggan setia, tidak dipungkiri jika eksistensinya mulai terganggu dengan kehadiran kompetitor dari startup atau pemilik brand kecil.
Mari kita lihat bagaimana perilaku konsumen saat ini.
Semakin banyak anak muda atau remaja yang memilih produk krim wajah buatan lokal dari brand baru yang punya kandungan unik, packaging menarik dan persona 'premium, non-comedogenic, organik' dan sebagainya.
Banyak juga yang menyukai produk makanan organik, snack bar kekinian atau homemade yoghurt untuk dikonsumsi sehari-hari ketimbang membeli produk serupa dari brand ternama di kedai atau supermarket.
Ya, konsumen saat ini sudah mulai berubah dalam hal preferensi produk yang ingin digunakan atau dikonsumsi.
Konsumen saat ini cenderung menginginkan pilihan makanan sehat, alami, dan bersifat personal. Terutama kaum millennial dan Gen Z. Mereka kini lebih memilih produk yang terkesan otentik daripada produk yang dijual massal di pasaran.
Hal ini pula yang banyak dimanfaatkan startup atau pemilik brand kecil dalam capturing keinginan pasar modern dan kekinian dengan produk yang mereka jual. Selain itu, brand-brand kecil juga sangat melek teknologi dan menggunakan strategi pemasaran digital yang apik sehingga mereka bisa bersaing dengan perusahaan FMCG besar.
Produk dari brand kecil ini umumnya dijual langsung lewat media sosial mereka, bisa juga lewat website resmi maupun situs marketplace. Jauh lebih sederhana dibandingkan supply chain tradisional dari perusahaan FMCG besar yang biasanya mencakup distribusi pada distributor, agen, pengecer hingga end-customer.
Oleh karena itu, perusahaan besar FMCG seperti Unilever atau Indofood perlu melakukan upaya khusus untuk terus bisa bersaing dengan pendatang baru yang umumnya berasal dari startup atau perusahaan swasta kecil yang punya basis pelanggan besar di media sosial, bukan dalam supply chain tradisional.
Kemunculan Brand-brand Kecil di Industri FMCG
Kejayaan “raksasa” FMCG memang cukup intimidatif bagi para startup. Misalnya saja dari penguasaan keyword tertentu di SERP. Perusahaan FMCG besar yang sudah memiliki strategi digital yang baik biasanya akan memenuhi halaman pertama di internet. Tak heran memang karena pastinyaaAnggaran AdWords mereka bernilai puluhan hingga ratusan juta untuk memastikan bahwa iklan mereka dilihat oleh pelanggan potensial.
Meski perusahaan besar FMCG sudah punya nama dan pangsa pasar, namun perusahaan ini juga punya kelemahan. Salah satunya adalah strategi marketing mereka yang masih punya banyak loop holes dan brand kecil-lah yang mencoba mengisi kekosongan tersebut.
Startup FMCG berlomba-lomba meluncurkan produk baru yang sesuai dengan permintaan modern saat ini, terutama untuk produk untuk niche tertentu.
Coba lihat saja di retailer premium seperti Ranch Market yang punya rak khusus produk organik maupun homemade. Anda juga bisa coba explore Instagram dengan hashtag tertentu, misalnya #cemilanorganik, dan puluhan hingga ratusan produk baru pun bermunculan yang bahkan nama brandnya belum familiar di telinga.
Teknologi telah mempermudah brand-brand kecil dalam menjangkau pelanggan baru. Kehadiran media sosial telah memungkinkan produk-produk baru ini menjangkau pelanggan potensial tanpa anggaran marketing yang besar.
Startup FMCG pun terkesan lebih baik dalam memahami permintaan konsumen daripada perusahaan besar, sehingga mereka punya 'amunisi' yang pas untuk mengambil market share dari brand besar yang sudah established.
Menurut Boston Consulting Group, $22 miliar pendapatan perusahaan besar ditransfer dari perusahaan besar ke kecil di Amerika Utara sekitar tahun 2011 dan 2016. Persentase barang yang dijual melalui perusahaan yang lebih kecil ini tumbuh dari 23 persen menjadi 26 persen selama periode yang sama, menurut data studi BCG dan IRI.
Akibatnya, dan terlepas dari meningkatnya permintaan internasional, 34 dari 50 perusahaan terbesar di dunia, berjuang antara perolehan pendapatan dan pertumbuhan pendapatan baru yang melambat. Penjualan mereka per tahun biasanya tumbuh sebesar 7,7 persen antara 2006 - 2011, namun angka itu turun menjadi hanya 0,7 persen pada 2012 2016.
Apa yang Dapat Dipelajari oleh Raksasa FMCG dari Brand Kecil?
Brand besar pun masih tetap bisa memenangkan dominasi pasar terlepas dari masuknya produk-produk baru yang menyasar niche market oleh brand-brand kecil.
Memang preferensi konsumen telah berubah, tetapi kebutuhan dan keinginan yang mendasarinya tidak. Hal yang telah berubah secara radikal hanyalah economic of supply. Dulu, skala penjualan menjadi hal penting. Namun, dengan sendirinya tidak lagi menjamin keunggulan kompetitif sebuah brand.
Meski demikian, perusahaan besar FMCG besar tetap mampu menyaingi para startup, tapi harus dengan menggunakan pendekatan baru yang lebih agile, seperti:
- Kuasai customer demand science
Ini adalah sebuah keharusan karena menjadi dasar dalam memahami kebutuhan produk yang tidak bisa dipenuhi oleh brand-brand kecil, dan juga untuk membangun portofolio brand yang lebih kuat.
- Mengadaptasi engagement baru
Perusahaan FMCG besar perlu melibatkan pelanggan dengan cara baru seperti penggunaan metode viral dan lebih personal yang lebih dulu dilakukan oleh brand-brand kecil
- Hadapi dan beradaptasi
Daripada khawatir kerumitan persaingan dari berbagai brand dan startup, lebih baik mulai segera beradaptasi dengan digitalisasi dan memperkuat lini supply chain, termasuk ke distributor, retailer hingga pengecer untuk selalu menempatkan produk di waktu yang tepat yang selama ini jadi keunggulan kompetitif perusahaan established.
- Mulai menerapkan sistem manajemen yang agile
Bukan lagi jamannya sistem manajemn yang kaku, dengan banyak birokrasi di sana sini karena mindset agile akan membuat perusahan besar tetap bisa merajai pasar. Penerapannya mencakup sistem manufaktur hingga mendistribusikan barang ke distributor, grosir, pengecer, dan juga pelanggan.
Mengapa Startup Bisa “Mencuri” Pasar dari Brand Besar?
Saat ini, startup memiliki amunisi yang lebih baik dalam memasarkan produk mereka. Mereka bisa "menyewa" alat produksi atau membuat produk dengan label homemade alias dibuat di rumah dengan peralatan biasa.
Saluran distribusi baru menawarkan akses pasar yang lebih mudah dengan volume produk yang kecil, dan media sosial memungkinkan mereka membangun brand awareness dengan biaya yang lebih rendah. Lalu, apa yang membuat brand-brand kecil terkesan bisa memenangkan pasar saat ini:
- Memahami permintaan dengan lebih baik
Bukan rahasia lagi jika startup memahami permintaan pelanggan lebih baik daripada perusahaan besar, terutama target-target pasar tertentu yang menyukai produk unik dan khas.
- Cara baru, peluang baru
Saluran distribusi baru menawarkan akses pasar yang lebih mudah untuk startup dalam melayani volume permintaan yang lebih kecil tanpa harus mengeluarkan biaya produksi dan marketing yang kelewat besar.
- Memanfaatkan media sosial
Media sosial memungkinkan startup untuk membangun brand mereka dengan biaya yang lebih rendah dan menggunakannya untuk marketing yang menarget profil pelanggan tertentu, mereka bisa mengandalkan social commerce atau program reseller untuk pemasaran produknya. Sedangkan perusahaan besar telah lama mengandalkan iklan media massa konvensional yang mahal seperti iklan tv, papan reklame, dan sebagainya.
- Mengurangi biaya alat produksi
Perusahaan FMCG kecil tidak perlu lagi memiliki alat produksi. Mereka dapat menyewa atau memulai usaha menggunakan peralatan lebih sederhana, bukan melibatkan banyak mesin seperti yang dimiliki perusahaan besar.
- Menciptakan gaya pelanggan baru
Startup FMCG menemukan format pelanggan baru yang saat ini berkembang pesat, yaitu yang mengutamakan layanan premium, kenyamanan, dan fleksibel bisa dibeli mudah secara online.
- Berpikir unik dan kreatif
Perusahaan FMCG kecil seringkali dapat bertindak lebih cepat dan kreatif daripada perusahaan besar yang mungkin masih banyak tahapan birokrasi yang harus dilewati sebelum sebuah ide dilaksanakan.
Bagaimana Perusahaan Besar Dapat 'Melawan Balik'?
Perusahaan FMCG besar perlu kembali mengevaluasi root mereka, yaitu dengan kembali memahami kebutuhan pelanggan saat ini, merancang produk untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan membangun brand loyalty dengan baik.
Sebenarnya ini bukanlah hal yang baru, namun dinamika persaingan modern saat ini membuat hal ini menjadi penitng untuk sesegera mungkin diaplikasikan guna menjaga sisi kompetitif brand yang sudah established.
Lalu, bagaimana cara perusahaan besar melawan di situasi seperti ini?
- Gunakan data yang tersedia untuk melakukan segmentasi pasar yang lebih baik untuk produk yang diminati atau best seller.
- Waspadai pelanggan khusus yang seringkali tidak terlayani dengan baik. Startup sering mengembangkan produk khusus untuk pelanggan di market ini, misalnya pecinta makanan vegan, pecinta produk organik atau menggunakan bahan-bahan alami, dan banyak lagi. Perusahaan FMCG besar perlu membuat produk khusus seperti itu dari portfolio produk yang dimiliki. Semacam versi spin-off dari produk yang sudah ada. Misalnya Supermi dengan produk Nutrimi untuk kategori mie instan yang lebih sehat.
- Mulailah terhubung secara personal, lebih engage kepada customer dan buat mereka merasa istimewa melalui program loyalty yang dipersonalisasi. Program loyalty ini perlu direncanakan untuk partner distribusi, agen, reseller, hingga end-customer.
- Segera adaptasi digitalisasi untuk marketing produk
- Kurangi kompleksitas portofolio produk tanpa mengorbankan keinginan pelanggan akan variasi produk yang beragam. Namun pilihlah yang memiliki demand besar dan tingkat penjualan yang stabil.
- Rancang ulang culture perusahaan. Dari yang terkesan kaku hierarki birokrasi yang njelimet, matriks yang kompleks hingga model operasi ke dalam model agile seperti yang diterapkan startup dalam kegiatan operasional mereka.
Kesimpulan
Perusahaan FMCG besar tentunya masih punya chance yang sangat besar untuk tetap menguasai market share, meski brand-brand kecil juga berhasil mengumpulkan customer base yang besar.
Yang terpenting bagi perusahaan FMCG besar adalah dapat mengadopsi agile mindset yang digunakan startup pada umumnya. Selain itu, go digital bukan lagi sebuah ajakan basa basi, tetapi jadi sebuah keharusan untuk tetap relevant dan berkompetisi di market saat ini.
Tidak lupa juga untuk mulai mengutamakan retensi pelanggan, karena startup sangat memanjakan pelanggannya dengan melakukan langkah-langkah retensi pelanggan dan customer engagement yang baik.
TADA sebagai platform customer retention terbesar di Indonesia memiliki banyak program menarik yang bisa membantu perusahaan Anda untuk meningkatkan loyalitas pelanggan. Melalui program membership, referral, poin, dan lainnya, TADA berkomitmen untuk membantu perusahaan mengenali pelanggannya dengan lebih baik dan meretensi mereka dengan cara modern dan kekinian.
Jadwalkan demo gratis dari kami untuk mengetahui lebih lanjut berbagai program menarik TADA yang bisa diaplikasikan pada perusahaan Anda.